Tahap yang pph nya Non Final, banyak sekali kita temui fenomena suami-istri yang sama-sama bekerja. Jika tahap demikian, tahap yang didapat tentunya tak bisa dihindarkan dari pajak tahap. Terlebih jika pasangan pasangan-istri tersebut telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan pernah melaporkan pajaknya sebelum menikah. Apa yang harus dilakukan?

Ada satu kasus dimana terdapat pasangan-istri yang sama-sama bekerja dan sama-sama memiliki NPWP sendiri. Namun, pelaporan pajak, pajak yang didasarkan oleh istri tanggung jawab bayar. Mengapa demikian? Sama suami, istri juga tarif pajak progresif dimana hal ini hanya dikenakan 1 orang dari setiap keluarga.

Masalah diatas kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan saat istri memutuskan memiliki NPWP yang terpisah dari NPWP suami. Walaupun hal ini bisa terjadi karena kurangnya sosialisasi petugas pajak dalam penerapan aturan terbaru, pengetahuan tentang pengenaan pajak bagi suami-istri menjadi salah satu hal yang penting diketahui sebelum menikah.

Dalam Pasal 8 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) nomor 36 tahun 2008 kenyataan bahwa tahapan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabung sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga (dalam hal ini suami). Dari sini, bisa dikatakan bahwa sistem pengenaan pajak di Indonesia yang menyebutkan bahwa kesatuan ekonomi, dan kewajiban NPWP dipegang atas nama suami.

Oleh karena itu, tahap dan kerugian istri akan tahap sebagai tahap dan kerugian suami juga, sehingga dikenai pajak atau tarif pajak progresif seperti yang diatas. Namun jika tahap istri hanya didapat satu pemberi kerja dan tidak ada yang bersangkutan dengan usaha atau pekerjaan bebas suami, maka tidak akan digabung. Dengan catatan tersebut telah dipotong pajak oleh pemberi kerja. Penghasilan istri tersebut akan dilaporkan dalam laporan Surat pemberitahuan (SPT) tahunan, bukan dalam kolom induk. Yaitu dalam kolom: Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan / atau bersifat Final.

Mungkinkah Suami Istri Kewajiban Pajak Yang Terpisah, Dimana Istri Memiliki NPWP Sendiri?

Pasal 8 ayat (2) UU PPh pembantuan dapat dikenakan secara terpisah dengan tiga kondisi suami-istri yang bekerja sebagai berikut.

Pertama: Suami-istri telah berpisah (bercerai), pajaknya otomatis mulai dikenakan secara terpisah. Biasanya tanggungan anak akan tergantung perjanjian, apakah anak tersebut ikut suami atau istri.

Kedua: Berdasarkan perjanjian tertulis pisah harta oleh suami-istri (perjanjian harta gono-gini)

Ketiga: Istri ingin melaksanakan hak dan kewajiban pajak dari suami, meski tidak ada perjanjian tertulis pisah harta. Terlebih jika istri diharuskan memiliki NPWP pribadi untuk hal lain semacam bank pinjaman, cicilan rumah, dsb. Ilustrasi kasus diatas termasuk dalam kategori ini. Sebagai konsekuensinya, sang istri juga harus dikenakan pajak progresif.

Dasar Penghitungan Pajak Bagi Suami-Istri

Ketika istri dalam status menikah memiliki NPWP sendiri maka pengenaan pajaknya diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU PPh, yaitu tahapan neto suami-istri digabung kemudian besaran masing-masing pajak suami-istri tersebut dihitung sesuai perbandingan gaji neto mereka. Berikut contoh perhitungannya:

Ada pasangan suami-istri yang tidak memiliki anak, dimana NPWP hanya dimiliki oleh suami. Penghasilan netto tahun 2015 yang diperoleh pasangan sebesar Rp. 75.000.000, -. Sedangkan tahap netto istri dalam pedoman sebesar Rp. 60.000.000, -. Besaran potongan pajak yang di potong oleh perusahaan dapat diketahui sebagai berikut:

Suami

 

Penghasilan Netto

         75.000.000

PTKP (K / 0)

         26.325.000

Penghasilan Kena Pajak

        48.675.000

PPh terutang terutang

           2.433.750

 

 

 

Istri

 

Penghasilan Netto

         60.000.000

PTKP (TK / 0)

         24.300.000

Penghasilan Kena Pajak

         35.700.000

PPh terutang terutang

           1.785.000

 

Karena NPWP istri berbeda dengan pasangan NPWP, maka penghitungan PPh terutangnya digabung.

 

Penghasilan suami istri digabung

 

Penghasilan netto suami

         75.000.000

Penghasilan netto istri

         60.000.000

Tahap total netto

       135.000.000

PTKP (K / I / 0)

         50.625.000

Total Penghasilan Kena Pajak

         84.375.000

   

PPh terutang terutang

 

5% x 50.000.000

           2.500.000

15% x 34.375.000

           5.156.250

Total PPh terutang terutang

           7.656.250

 

 

 

Perhitungan untuk di SPT tahunan PPh suami

 

PPh terutang

 

(75.000.000 / 135.000.000) x 7.656.250

           4.253.472

Kredit pajak PPh 21

           2.433.750

PPh bayar

           1.819.722

   

Angsuran PPh pasal 25 tahun pajak berikutnya

               151.644

 

 

 

Perhitungan untuk di SPT tahunan PPh istri

 

PPh terutang

 

(60.000.000/135.000.000)x 7.656.250

           3.402.778

Kredit pajak PPh 21

           1.785.000

PPh kurang bayar

           1.617.778

   

Angsuran PPh pasal 25 tahun pajak berikutnya

               134.815

 

Dari ilustrasi di atas dapat dilihat jika istri memiliki NPWP sendiri ada kekurangan pajak sebesar Rp. 3.437.500,- yang harus dibayar suami dan istri. Belum lagi nantinya tiap bulan harus sisihkan sebagian penghasilan untuk bayar angsuran PPh Pasal 25 total sebesar Rp. 286.458,-. Sementara jika NPWP hanya dimiliki oleh suami maka tidak ada kekurangan pajak, karena angka tersebut telah dipotong perusahaan suami.

Dengan adanya kasus diatas, pengetahuan tentang pajak suami-istri yang bekerja merupakan hal penting yang harus diketahui oleh calon pasangan sebelum menikah. Apakah mereka telah melihat plus-minus jika istri memiliki NPWP sendiri atau cukup NPWP suami saja. Permohonan penghapusan NPWP menjadi salah satu hal penting yang dilakukan pasangan setelah resmi menikah agar di bulan yang sama mereka tidak dikenakan pajak progresif.

 

Berikut syarat khusus untuk calon penerima BLT, jika Anda belum menerima Jaring Pengaman Sosial lain seperti Program Keluarga Harapan atau Bantuan Sosial (bansos).

Penyaluran program Bantuan Langsung Tunia (BLT)  penyerapan nya baru 65 persen dimana anggaran yang telah ditransfer ke rekening desa sebesar Rp71,9 triliun. Dari target 12 juta Keluarga penerima manfaat (KPM) BLT ini baru terserap sebanyak 7,9 juta KPMJika anda tertarik untuk mendapatkan BLT ini, cara daftarnya segera lapor dan tanyakan ke aparat desa setempat masing-masing. Untuk prosedurnya dimulai dengan pendataan dari relawan Covid-19 dari RT kemudian dibawa ke Musyawarah Desa Khusus untuk menentukan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang kemudian disahkan oleh Kepala Daerah, kemudian disalurkan. Program BLT dana desa memang tidak ditargetkan untuk memenuhi kuota, karena sifat program ini merupakan produk dari Musyawarah Desa yang melibatkan masyarakat dan ada di tangan masyarakat.

Besaran bantuan yang diterima oleh KPM,  sesuai Permendes dan Instruksi Mendes, yakni sebesar Rp600 ribu per keluarga selama tiga bulan.

Yang berbeda itu jumlah penerima BLT sesuai dengan kondisi dan dinamika yang terjadi di desa tersebut.

"Pihak terkait sudah identifikasi, ada 84 persen KPM itu petani, 4 persen nelayan, satu persen buruh pabrik dan lima persen pedagang. Yang lebih spesifik adalah dari 7,9 juta penerima manfaat itu sebanyak 2,5 juta adalah Perempuan Kepala Keluarga

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu jenis pajak daerah yang dikenakan atas tanah dan bangunan. Adanya PBB karena kepemilikan hak, penguasaan, /atau perolehan manfaat terhadap suatu tanah/bumi dan bangunan. Lalu bagaimana dengan PBB P2 ?

PBB P2, merujuk pada Pasal 1 angka 37 UU PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah )adalah pajak atas bumi /atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. 

Untuk objeknya sendiri PBB P2, sesuai dengan nama untuk tiap sektornya. Objek pajak PBB P2 adalah bumi dan bangunan yang ada di wilayah perkotaan dan perdesaan. Misalnya rumah, hotel, apartemen, rumah susun, pabrik, tanah kosong, dan sawah. Merujuk pada pasal 80 ayat (1) UU PDRD, tarif maksimal yang telah ditetapkan untuk PBB P2 adalah sebesar 0,3%. Namun, tarif ini bervariasi, tergantung dari kebijakan pemerintah daerah yang bersangkutan.

Sedangkan untuk Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) yang merupakan batas nilai yang tidak dikenakan pajak PBB P2 ditetapkan paling rendah sebesar Rp10 juta untuk setiap wajib pajak.

Selain jenis PBB di atas, dikenal juga istilah PBB P3 yang dikelola oleh pemerintah pusat. Objek pajak dari PBB P3 adalah perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya yang meliputi perikanan tangkap, budidaya ikan, jaringan pipa, kabel telekomunikasi, kabel listrik, dan jalan tol.

  1. Berikut ini objek pajak yang tidak dikenakan PBB P2: 
    Digunakan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan. 
  2. Semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional. Tentu tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
  3. Digunakan untuk pemakaman, Peninggalan purbakala atau sejenisnya
  4. Hutan lindung, hutan suaka alam. hutan wisata, taman nasional, tanah pengembalaan yang di kuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum di bebani suatu hak.
  5. Di gunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asa perlakuan timbal balik.
  6. Di gunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang di tetapkan dengan peraturan menteri keuangan (PMK)

Dalam hal perhitungannya, tidak ada unsur Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang merupakan persentase tertentu dari nilai jual objek pajak (NJOP). Berbeda dengan perhitungan dasar PBB P3 yang mengenal adanya NJKP.Berdasarkan Pasal 6 ayat (3) UU PBB, NJKP ditentukan paling rendah 20% dan paling tinggi 100% dari NJOP. Nah, untuk PBB P3 itu sendiri, yang masuk pada sektor perkebunan, kehutanan, dan pertambangan sebesar 40% dari NJOP. Lain jika objek pajak sektor lainnya, NJKP ditetapkan sebesar 40% apabila NJOP mencapai Rp1 miliar atau lebih. Bila objek pajak lainnya memiliki NJOP <Rp1 miliar, maka NJKP yang ditetapkan sebesar 20%.

Rumusnya:

- Perhitungan PBB P2:

Tarif x Dasar pengenaan pajak (NJOP Bumi + NJOP Bangunan - NJOPTKP )

- Perhitungan PBB P3:

Tarif x NJKP x (NJOP - NJOPTKP)

0.5% x 20% (NJOP - NJOPTKP) atau 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)

Kesimpulan

1. Termasuk jenis pajak daerah

2. Memiliki sifat yang lokal, Visibilitas, Objek pajak tidak berpinda ( immobile) dan terdapat hubungan erat antara pembayar dan yang menikmati hasil pajaknya.

3. Penghasilan PBB P2 ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah

 

Perlindungan Jaminan Kecelakaan Kerja

BPJS Ketenagakerjaan

kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya

Kecelakaan terjadi berhubungan dengan hubungan kerja antara lain:

  • KRITERIA KECELAKAAN KERJA

- Harus terdapat unsur ruda paksa

- Perjalanan dari rumah menuju tempat kerja dan sebaliknya

- pada saat melakukan perjalanan dinas

- Lembur

- aktivitas lain yg berkaitan dengan kepentingan     perusahaan , dibuktikan dengan surat tugas

- saat mengikuti pendidikan yg merupakan tugas dari perusahaan

  • HAL-HAL YANG TIDAK MENDAPAT MANFAAT PROGRAM JKK

- Kecelakaan yang terjadi sewaktu meninggalkan tempat kerja untuk kepentingan pribadi

- Kecelakan diluar waktu kerja atau melakukan kegiatan yang bukan merupakan tugas atas perintah dari atasan utk kepentingan     perusahaan

- Bunuh Diri

- Mencelakakan diri sendiri dengan sengaja

- Pengobatan komplementer,alternatif dan tradisional

- obat kosmetik, herbal ,gosok

- Tindakan operasi untuk estetika

  • Pelayanan di Fasilitas Kesehatan Kerjasama

- pemeriksaan dasar dan penunjang

- perawatan tingkat pertama dan lanjutan

- rawat inap kelas I Rumah Sakit Pemerintah atau  Rumah Sakit Swasta yang setara

- perawatan intensif

- penunjang diagnostik

- pengobatan

- pelayanan khusus : ortose, protesa

- alat kesehatan dan implant

- jasa dokter/medis

- operasi

- transfusi darah

- rehabilitasi medik

Link : https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/

Syarat dan Cara Mudah Mencairkan BPJS Ketenagakerjaan 100% di masa Pandemi Covid-19

Syarat dan Cara Mencairkan BPJS Ketenagakerjaan 

Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang untuk mundur dari pekerjaannya. Dimulai dari terkena PHK, menikah, pindah ke luar negeri atau membangun usaha sendiri.

Apapun alasan di balik berhentinya seorang karyawan dari perusahaan tak akan menghambat mereka mendapatkan salah satu haknya, yaitu dana yang selama ini dikumpulkan melalui BPJS Ketenagakerjaan.

Banyak orang beranggapan bahwa sulit untuk mencairkan dana BPJS Ketenagakerjaan. Namun sebenarnya cara mencairkan BPJS Ketenagakerjaan tak sesusah yang dibayangkan atau dibicarakan orang, asal Anda mengikuti prosedur dengan benar dan mempersiapkan syarat yang harus dipenuhi.

Berikut adalah ringkasan apa yang akan Anda pelajari setelah membaca artikel ini. Silahkan klik topik untuk membaca lebih detail.

Ketentuan Pencairan BPJS Ketenagakerjaan

Sebelum Anda ingin melakukan pencairan dana BPJS Ketenagakerjaan, ketahui terlebih dahulu ketentuan berikut ini. Saldo BPJS Ketenagakerjaan bisa dicairkan mulai dari 10%, 30% hingga 100%.

Ketentuan tersebut diatur dalam peraturan pemerintah no 60 tahun 2015 yang mulai berlaku sejak 1 september 2015.

  • Pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan 10% dan 30% bisa dilakukan hanya untuk peserta yang masih bekerja dengan syarat usia kepesertaan sudah menginjak 10 tahun, pencairan hanya boleh dipilih salah satu, 10% atau 30% saja, tidak bisa dua-duanya.
    10% untuk dana persiapan pensiun, sedangkan yang 30 persen untuk biaya perumahan.
  • Setelah melakukan salah satu pencairan 10% atau 30% pencairan berikutnya yang bisa dilakukan adalah pencairan 100% setelah keluar dari pekerjaan.
  • Sementara untuk mencairkan saldo JHT sampai 100% hanya diperuntukan untuk peserta yang sudah tidak bekerja (keluar, resign atau PHK), saldo bisa langsung dicairkan setelah menunggu 1 bulan sejak keluar dan tidak bekerja sama sekali.

Jadi poin nya adalah :

Pertama, meskipun Anda masih bekerja, Anda tetap dapat mencairkan saldo BPJSTK itu dengan syarat hanya bisa diambil 10% dan 30% serta Anda sudah bekerja minimal 10 Tahun Kedua, saldo BPJS Ketenagakerjaan bisa Anda cairkan 100% dengan syarat Anda sudah tidak bekerja terhitung 1 bulan dari tanggal resign
(tanpa minimal waktu kerja 10 tahun)

  • Pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan 100% tidak bisa dicairkan tanpa paklaring (surat pengalaman/berhenti kerja) paklaring bisa diminta dari perusahaan yang sudah Anda tinggalkan, jika perusahaan sudah tidak ada maka bisa meminta ke disnaker.
  • Pastikan Data KTP sama dengan data Kartu Keluarga (KK) jika berbeda Anda bisa membuat surat keterangan koreksi kesalahan dari kelurahan setempat.
  • Pengambilan Saldo JHT tidak bisa diwakilkan, jika si peserta cacat total pencairan harus disertai surat kuasa, kecuali untuk peserta yang meninggal dunia.
  • Cara klaim JHT jika kartu BPJS hilang, untuk mencairkan saldo JHT BPJS, Anda harus mengurus surat pengganti kartu peserta yang hilang yaitu surat keterangan hilang dari kepolisian. Dengan mencantumkan no Kartu Peserta BPJS di dalam surat keterangan hilang tersebut, maka Anda sudah bisa mencairkan JHT Anda.
  • Pencairan BPJS Ketenagakerjaan 10% dan 30% akan dikenakan pajak progresif sebagai berikut:
    • Saldo < Rp 50 juta dikenakan pajak sebesar 5%
    • Saldo Rp 50 – 250 juta dikenakan pajak sebesar 15%
    • Saldo Rp 250 – 500 juta dikenakan pajak sebesar 25%
    • Saldo > Rp 500 juta dikenakan pajak sebesar 30%

Syarat Pencairan BPJS Ketenagakerjaan : Apa Saja yang Harus Disiapkan?

Ingat perbedaan dalam ketentuan percairan saldo BPJS TK 10% dan 30% ini ? perbedaan nya yaitu pencarian 10% untuk persiapan masa pensiun dan 30% untuk biaya perumahan. Maka dari itu ada perbedaan syarat yang dibutuhkan antara keduanya.


Syarat Pencairan BPJS Ketenagakerjaan 10%

  1. Minimal sudah bergabung dengan perusahaan selama 10 tahun.
  2. Peserta masih aktif bekerja di perusahaan.
  3. Kartu BPJS TK/Jamsostek asli dan fotokopi.
  4. KTP atau Paspor asli dan fotokopi.
  5. KK (Kartu Keluarga) asli dan fotokopi.
  6. Buku Rekening Tabungan asli dan fotokopi.
  7. NPWP (jika claim lebih dari 50 juta).
  8. Surat keterangan masih aktif bekerja dari perusahaan.

Syarat Pencairan BPJS Ketenagakerjaan 30%

  1. Minimal sudah bergabung dengan perusahaan selama 10 tahun.
  2. Peserta masih aktif bekerja di perusahaan.
  3. Kartu BPJS TK/Jamsostek asli dan fotokopi.
  4. KTP atau Paspor asli dan fotokopi.
  5. KK (Kartu Keluarga) asli dan fotokopi.
  6. Buku Rekening Tabungan asli dan fotokopi.
  7. NPWP (jika claim lebih dari 50 juta).
  8. Surat keterangan masih aktif bekerja dari perusahaan.
  9. Dokumen perumahan asli dan fotokopi.

Poin nya adalah jika Anda ingin mencairkan dana BPJS KT 30%, Anda harus menunjukan dokumen asli sebagai syarat pencairan.

Syarat Pencairan BPJS Ketenagakerjaan 100%

  1. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan Asli dan Fotokopi

Kartu ini merupakan bukti bahwa Anda tercatat sebagai peserta Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan. Kartu ini Anda dapatkan dari kantor lama tempat Anda bekerja.

Kartu peserta ini harus Anda lampirkan untuk mencairkan dana, karenanya akan ditunjukan  pada saat Verifikasi dan scan untuk diupload secara online. Kartu ini berfungsi untuk pencairan dana BPJS semua kategori dimulai dari resign, pensiun, meninggal dunia, PHK dan sebagainya.

2. Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Paspor Asli dan Fotokopi

Bawa KTP dan atau Paspor Anda yang masih berlaku beserta dengan beberapa lembar fotokopinya agar Anda tidak perlu repot mencari tempat fotokopi.

  1. Kartu Keluarga (KK) Asli dan Fotokopi

Anda juga diminta untuk membawa KK sebagai lampiran dokumen lainnya. Pastikan nama Anda tercatat dengan benar di KK tersebut dan sesuai dengan data yang ada di KTP, jika berbeda silahkan perbaiki terlebih dahulu di kelurahan tempat tinggal Anda.

  1. Surat Keterangan Berhenti Bekerja dari Perusahaan (Paklaring)

Dana BPJS Ketenagakerjaan bisa dicairkan apabila Anda benar-benar sudah berhenti bekerja dari sebuah perusahaan dan tidak atau belum bekerja pada perusahaan lainnya dengan alasan apapun. Paklaring harus dilengkapi dengan stempel perusahaan serta tanda tangan kepala HRD sebagai penanggung jawab keaslian paklaring.

Jika Anda resign dan berniat kembali bekerja, sebaiknya tunda pencairan dana dan lanjutkan BPJS Ketenagakerjaan di perusahaan yang baru. Selain bisa menabung lebih banyak, Anda juga tidak perlu repot mengurus kartu baru di perusahaan yang baru.

  1. Buku Rekening Bank Asli

Agar lebih aman, pilih pencarian dana melalui transfer bank. Untuk itu Anda harus menunjukan buku rekening bank agar petugas BPJS bisa mencatat nomor rekening yang akan dituju.

NPWP Asli dan Fotokopi (jika claim lebih dari 50 juta)

2. Syarat terakhir adalah NPWP jika Anda ingin mencairkan saldo BPJS Ketenagakerjaan lebih dari Rp 50 juta.

 

Aplikasi e-Bupot  merupakan aplikasi yang dirancang untuk membuat bukti pemotongan dan pelaporan pajak PPh Pasal 23/26 dalam bentuk dokumen elektronik yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak).

Adanya aplikasi ini memudahkan Anda dalam melakukan salah satu kewajiban perpajakan. Anda dapat membuat dan menerbitkan bukti pemotongan pajak elektronik tanpa perlu tanda tangan basah. Nantinya bukti pemotongan juga akan tersimpan dengan aman dalam sistem DJP.

Dengan kata lain, e-Bupot ini merupakan bentuk kemajuan layanan pajak bagi masyarakat mengingat saat ini teknologi sudah semakin canggih. Aplikasi bukti pemotongan ini sudah diterapkan penggunaannya sejak Mei 2019 dan wajib pajak sudah bisa menggunakannya untuk membuat dan menerbitkan bukti potong PPh 23/26 melalui aplikasi ini.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 368/PJ/2020 tentang Penetapan Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26 yang Diharuskan Membuat Bukti Pemotongan dan Diwajibkan Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26 Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2017, seluruh wajib pajak baik PKP maupun non PKP, selama ia merupakan pemotong PPh 23, wajib menggunakan e-Bupot sejak 1 September 2020.

Lalu, apakah syarat-syarat dalam menggunakan aplikasi e-Bupot ? Mari simak ulasan selengkapnya di bawah ini.

Syarat Menggunakan Aplikasi e-Bupot

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT), ada pun syarat-syarat penggunaan aplikasi e-Bupot PPh 23/26 bagi wajib pajak badan adalah:

  1. Wajib pajak melakukan pemotongan PPh Pasal 23/26 lebih dari 20 bukti pemotongan dalam satu masa pajak. 
  2. Wajib pajak menerbitkan bukti pemotongan dengan jumlah penghasilan bruto lebih dari Rp100juta. 
  3. Wajib pajak pernah menyampaikan SPT Masa elektronik yang terdaftar di KPP. 
  4. Wajib pajak badan telah terdaftar di KPP dan memiliki e-FIN.
  5. Wajib pajak wajib memiliki sertifikat elektronik jika ingin menyampaikan SPT Masa PPh 23/26. 

Ragam Bukti Potong PPh 23/26

Sebagian dari Anda yang sudah lama berselancar di dunia perpajakan mungkin sudah tidak asing dengan macam-macam bukti pemotongan pajak. Namun, bagi Anda yang belum tahu, ternyata terdapat 3 jenis bukti pemotongan PPh23/26, di antaranya:

  1. Bukti pemotongan normal PPh Pasal 23 dan/atau Bukti Pemotongan PPh Pasal 26. Formulir atau dokumen lain yang dipersamakan untuk pemotongan pajak sebagai bukti pemotongan PPh Pasal 23/26. 
  2. Bukti pemotongan pembetulan, yaitu bukti pemotongan yang digunakan untuk membetulkan kekeliruan dalam pengisian bukti pemotongan yang dibuat sebelumnya. 
  3. Bukti pemotongan pembatalan, yaitu bukti pemotongan yang dibuat untuk membatalkan bukti pemotongan yang telah dibuat sebelumnya karena adanya pembatalan transaksi. 

Aplikasi e-Bupot

Kemudahan dalam pembuatan hingga pelaporan pajak memang menjadi hal yang utama bagi wajib pajak. Aplikasi e-Bupot diharapkan dapat membantu Anda menuntaskan kewajiban perpajakan Anda terutama dalam hal bukti pemotongan pajak.

Nah, berikut ini hal-hal yang bisa Anda lakukan saat menggunakan e-Bupot PPh 23/26 :

  • Lihat daftar dan status masing-masing bukti potong PPh 23/26 yang sudah Anda buat.
  • Membuat e-Bupot PPh 23/26.
  • Impor Bukti Potong dari Excel.
  • Memantau status impor bukti potong dari file excel dan dapatkan notifikasi jika terjadi kesalahan dalam proses impor.
  • Melakukan pelaporan bukti pemotongan pajak.
  • Bulk bukti potong: periksa seluruh bukti potong yang Anda inginkan dan lakukan persetujuan untuk banyak bukti potong hanya dengan satu kali klik saja.
  • Download PDF bukti potong dan PDF SPT Masa

Cara Membuat Bukti Pemotongan Pajak Melalui e-Bupot PPh 23/26

Bukti potong pajak merupakan salah satu elemen yang erat kaitannya ketika selesai membayar pajak. Apabila Anda membuat bukti potong menggunakan aplikasi e-SPT PPh 23/26, Anda tentu akan memperoleh bukti potong dalam bentuk fisik atau kertas. Namun, kini hal itu sudah tidak lagi terjadi karena Anda bisa membuat bukti potong melalui aplikasi 

Lalu, bagaimana cara membuat bukti potong melalui aplikasi e-Bupot PPh 23/26 berikut langkahnya :

1. Aktivasi fitur layanan

langkah 1

 

2. Ceklist layanan e-Bupot

 

langkah 2 

3. Klik ubah fitur layanan - Yes

 

langkah 3

 

4. Klik Lapor - Pilih e-Form 

langkah 5

 

5. Pilih e-Bupot

langkah 6

 

Note :

Kesalahan seperti dibawah terjadi karena cache and cookies pada browser google sebelumnya,

solusinya hapus cache and cookies pada browser google anda atau gunakan browser lain.

 langkah 7

 

8. Tampilan E-Bupot yang selanjutnya bisa anda isi

 

langkah 8

 

 

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi memperpanjang waktu penerima stimulus pajak dalam rangka penanggulangan dampak ekonomi akibat corona virus disease 2019 (Covid-19). Kini, Ditjen Pajak menyediakan lebih banyak sektor usaha dan dapat dimanfaatkan lebih lama, dari yang awalnya September 2020 menjadi Desember 2020. Perpanjangan waktu itu pun diimbangi dengan prosedur yang lebih sederhana. Detail perluasan dan perubahan prosedur pemberian fasilitas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Insentif PPh pasal 21 Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.189 bidang industri tertentu, pada perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), dan pada perusahaan di kawasan berikat dapat memperoleh fasilitas pajak penghasilan ditanggung pemerintah.

Ini berarti karyawan yang memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 200 juta pada sektor-sektor ini akan mendapatkan penghasilan tambahan dalam bentuk pajak yang tidak dipotong pemberi kerja tetapi diberikan secara tunai kepada pegawai. “Apabila wajib pajak memiliki cabang, maka pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 cukup disampaikan wajib pajak pusat dan berlaku untuk semua cabang,” kata Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama, Sabtu (18/7/2020). Adapun, fasilitas tersebut sebelumnya hanya tersedia bagi 1.062 bidang industri dan perusahaan KITE.

2. Insentif pajak UMKM Pelaku UMKM mendapat fasilitas pajak penghasilan final tarif 0,5 persen (PP 23/2018) yang ditanggung pemerintah. Dengan demikian wajib pajak UMKM tidak perlu melakukan setoran pajak dan pemotong atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada saat melakukan pembayaran kepada pelaku UMKM. Pelaku UMKM yang ingin memanfaatkan fasilitas ini tidak perlu mengajukan Surat Keterangan PP 23 tetapi cukup menyampaikan laporan realisasi setiap bulan. 3. Insentif PPh pasal 22 impor Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 721 bidang industri tertentu, pada perusahaan KITE, dan pada perusahaan di kawasan berikat mendapat fasilitas pembebasan dari pemungutan pajak penghasilan pasal 22 impor.

Penerima fasilitas wajib menyampaikan laporan setiap bulan, dari yang sebelumnya setiap tiga bulan. Fasilitas ini sebelumnya hanya tersedia bagi 431 bidang industri dan perusahaan KITE.

4. Insentif Angsuran PPh Pasal 25 Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 1.013 bidang industri tertentu, perusahaan KITE, dan perusahaan di kawasan berikat mendapat pengurangan angsuran PPh pasal 25 sebesar 30 persen dari angsuran yang seharusnya terutang. Penerima fasilitas wajib menyampaikan laporan setiap bulan, dari yang sebelumnya setiap tiga bulan. Fasilitas ini sebelumnya hanya tersedia bagi 846 bidang industri dan perusahaan KITE.

5. Insentif PPN Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 716 bidang industri tertentu, perusahaan KITE, dan perusahaan di kawasan berikat, ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah sehingga mendapat fasilitas restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp 5 miliar, tanpa persyaratan melakukan kegiatan tertentu seperti melakukan ekspor barang atau jasa kena pajak, penyerahan kepada pemungut PPN, atau penyerahan yang tidak dipungut PPN. Fasilitas ini sebelumnya hanya diberikan kepada 431 bidang industri dan perusahaan KITE. Seluruh fasilitas di atas dapat diperoleh dengan menyampaikan pemberitahuan atau mendapatkan surat keterangan yang dapat dilakukan secara online di www.pajak.go.id, dan mulai berlaku sejak pemberitahuan disampaikan atau surat keterangan diterbitkan hingga masa pajak Desember 2020.
Pengaturan selengkapnya termasuk rincian industri yang berhak mendapatkan fasilitas, contoh penghitungan, tata cara pengajuan, serta format laporan realisasi pemanfaatan fasilitas dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 yang mulai berlaku pada tanggal 16 Juli 2020.

Covid-19 telah memberikan dampak yang sangat besar bagi Indonesia. Di hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat mendapat tekanan ekonomi yang sangat besar dan masif. Indonesia mengalami efek domino yang sangat berat, dimana kesehatan memukul sosial, sosial memukul ekonomi dan ekonomi juga pasti akan mempengaruhi dari sektor keuangan, terutama dari lembaga-lembaga keuangan bank dan non bank.

Untuk menangkal shock akibat covid-19, kebijakan extraordinary pun dilakukan Pemerintah dalam mengurangi dampak akibat penyebaran virus asal Wuhan, China ini di Indonesia melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2020 (PERPPU 1/2020) yang baru saja disahkan pada bulan April 2020. Lahirnnya Perppu ini sebagai bentuk kesadaran dari pemerintah akan dampak kerusakan akibat pandemic covid-19 akan sangat massif ke depannya. Untuk itu, kewaspadaan dan kehati-hatian dalam penetapan kebijakan serta pengelolaan Keuangan Negara akan dilakukan ke depan.

Dalam rangka menunjang perekonomian, pemerintah telah menerbitkan Peraturan   Menteri Ketenagakerjaan Nomor 14 Tahun 2020 tenteng Bantuan Pemerintah lewat BPJS Ketenagakerjaan yang besarannya Rp.600.000/bulan yang akan di salurkan kepada peserta yang terdaftar sebagai peserta BPJS Tenagakerja masa kepesertaan sampai Juni, dengan adanya bantuan ini pemerintah berharap masyarakat terutama para pekerja bisa meningkatkan daya beli, sehingga perekonomian Negara bisa stabil, di lain itu untuk pekerja yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Tenagakerja pemerintah telah menyediakan bantuan yakni berupa bantuan kartu Prakerja, dengan kartu Prakerja diharapkan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja diperusahaannya akibat dampak krisis yang diakaibatkan covid-19 bisa tetap menjaga daya beli dan mendapatkan pemasukan. 

program bantuan BPJS Tenagakerja ini sudah berjalan mulai bulan Juni untuk tahap Pertama, Kemenaker sudah mencairkan subsidi upah tahap pertama sebesar Rp1,2 juta per penerima dari total Rp2,4 juta per penerima pada akhir Agustus lalu , dan sampai sekarang sudah masuk ke tahap kedua dan direncanakan ada 3 juta penerima yang akan mendapatkan bantuan tersebut, total untuk tahun ini ada 17,5 juta pekerja yang akan mendapatkan bantuan dari pemerintah.

diharapkan dari bantuan pemerintah tersebut perekonomian masyarakat akan kembali normal, sehingga perputaran ekonomi negara bisa stabil.

 
 
HReasily is a company that provides Software as a Service (SaaS). HReasily enable companies to improve productivity by streamlining HR work processes such as payroll processing, leave management and claim applications, basically functions as your all-in-one, cloud-based HR solution in Asia, with a seamless integration to Xero. Start saving time and money!
  
 
 

We understand that as businesses grow, human resource management grows in complexity. At HReasily, we focus on the only resource that matters: people. We are more than just a platform, we are your partners. We provide you with solutions that make every day better.

HReasily for SME 

Pelaporan yang akurat 

Data tersinkronisasi secara real-time dalam laporan terperinci, memungkinkan Anda untuk melacak kemajuan Anda secara akurat.

 
Slip pembayaran otomatis 

Modul penggajian kami mengotomatisasi perhitungan sesuai dengan peraturan pemerintah setempat atas nama setiap karyawan.

 
Kenyamanan saat bepergian 

HReasily ada di desktop, Apple, dan Android. Anda dapat menjalankan penggajian dengan mudah atau memeriksa slip pembayaran Anda secara online dari mana saja, dengan perangkat lunak berbasis cloud HReasily. 

 
Opsi pembayaran 

Dengan beberapa opsi pembayaran, buat fleksibilitas untuk diotomatisasi dan memenuhi jadwal pembayaran yang berbeda.

 

Apa Itu Akuntansi Pajak (Tax Accounting) ?
Secara sederhana dapat didifinisikan sebagai “Bidang Akuntansi yang mengkalkulasi, menangani, mencatat, bahkan menganalisa dan membuat strategi perpajakan sehubungan dengan kejadian-kejadian ekonomi (transaksi) perusahaan”.


Apa Peranannya Di Dalam Perusahaan ?
Pernannya didalam perusahaan adalah signifikan, yaitu :
1). Memberikan membuat perencanaan dan strategi perpajakan (dalam artian positif)
2). Memberikan analisa dan prediksi mengenai potensi pajak perusahaan di masa yang akan datang.
3).Dapat menerapkan perlakuan akuntansi atas kejadian perpajakan (mulai dari penialian/penghitungan, pencatatan (pengakuan) atas pajak, dan dapat menyajikannya di dalam laporan komersial maupun laporan fiskal perusahaan.
4). Dapat melakukan pengarsipan dan dokumentasi perpajakan dengan lebih baik, sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi.


Bagaimana Perkembangannya ?
Pada perusahaan bersekala menengah dan besar, kesadaran akan pentingnya akuntansi pajak telah ada dan diterapkan secara serius. Akan tetapi tidak sedikit perusahaan (apapun sekalanya) belum menyadari pentingnya akuntansi pajak. Ada kecendrungan untuk mengabaikan atau tidak mau pusing mengurusinya, sehingga diserahkan kepada konsultan, yang hampir pasti tidak mengetahui operasional perusahaan yang ditanganinya secara benar dan detail, yang sangat mungkin dapat menjerumuskan perusahaan.


Apakah diperlukan management dan staf atau petugas khusus di dalam perusahaan untuk akuntansi pajak ?
Mengingat eratnya keterkaitan antara akuntansi dengan perpajakan pajak (dan sebaliknya), implikasi dan konsekwensi setiap transaksi di perusahaan terhadap pajak, rasanya tidak berlebihan jika manajemen dan staf akuntansi pajak signifikan diperlukan di dalam perusahaan.

Sampai saat ini masih banyak perusahaan merangkapkan pegawai accounting (yang menangani laporan komersial) untuk menangani perpajakan juga.

Akibat sedikitnya pegawai accounting yang sungguh-sungguh memahami perpajakan ( bahkan untuk menghitunya pun masih banyak yang belum bisa), tidak punya cukup waktu untuk mengikuti perkembangan (perubahan) undang-undang dan peraturan perpajakan, banyak kejadian perpajakan tidak ditangani dengan baik.


Apa (bagaimana) kwalifikasi untuk manajemen atau staff akuntansi pajak (tax accounting) ?
Considering the accounting and taxation interlated, kwalifikasi ideal untuk petugas (manajemen & staff) akuntansi pajak hendaknya :

a). Minimal D3 Akuntansi atau D3 Pajak (untuk level staf) dan Sarjana untuk level Manajemen.
b). Minimal menguasai Akuntansi Keuangan (basic & Intermediate) untuk level staf dan bersertifikasi Akuntan Publik untuk level Manajemen.
c). Memegang sertifikasi Perpajakan (Brevet A & B) untuk level staff dan Brevet C untuk level Manajemen.
d). Mengikuti perkembangan (perubahan) Undang-Undang Perpajakan dan peraturan-peraturannya.


Berapa Gaji yang Ideal Untuk Petugas Akuntansi Pajak ?
Setara Book keeper atau Internal auditor untuk level staff
Setara Accounting Manajer untuk level Manajemen

 >>>>>''<<<<<

1] Bagaimana cara untuk menjadi seorang konsultan pajak?
Aturan konsultan pajak diatur di peraturan Menteri Keuangan PMK-111/PMK.03/2014. Persyaratan  menjadi konsultan pajak sebagai berikut :

  • Warga Negara Indonesia;
  • Bertempat tinggal di Indonesia;
  • Tidak terikat dengan pekerjaan atau jabatan pada Pemerintah/ Negara dan atau Badan Usaha Milik Negara/ Daerah;
  • Berkelakuan baik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;
  • Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
  • Menjadi anggota pada suatu Asosiasi Konsultan Pajak yang terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan memiliki Serfikat Konsultan Pajak brevert A,B,C dengan mengikuti ujian sertifikasi yang diadakan oleh penyelenggara ujian sertifikasi konsultan pajak.

2] Apa saja tugas seorang konsultan pajak?

Tugas seorang konsultan pajak adalah memberi edukasi kepada klien tentang bagaimana cara menghitung, membayar dan melaporkan pajak.

3] Bagaimana cara mengedukasi masyarakat agar melek pajak?

Cara mengedukasi masyarakat agar melek pajak dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan, seminar, penyuluhan serta workshop.

4] Apa saja tantangan yang dihadapi oleh seorang konsultan pajak dalam menjalankan tugasnya?

Tantangan yang dihadapi oleh konsultan pajak dalam menjalankan tugasnya adalah apabila menemui masyarakat yang tidak patuh dalam membayar pajak. Tugas konsultan mengedukasi, menjelaskan dan memberitahukan untung ruginya serta resiko terburuk yang akan dihadapi apabila sampai terkena pemeriksaan pajak. Masyarakat diberi arahan bagaimana cara paling hemat membayar pajak tanpa melanggar aturan.

5] Apakah untuk menjadi seorang konsultan pajak harus memiliki kualifikasi pendidikan tertentu?

Seorang konsultan pajak setidaknya harus memiliki kualifikasi sebagai berikut :

  • Untuk mengikuti Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak tingkat A, orang perseorangan harus memiliki ijazah paling rendah setidaknya Diploma III (D-III) program studi Akuntansi atau program studi Perpajakan atau ijazah Strata 1 (S-1) atau Diploma IV (D-IV) dari perguruan tinggi yang terakreditasi atau perguruan tinggi/ sekolah kedinasan.
  • Untuk mengikuti Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak tingkat B, orang perseorangan harus memiliki Sertifikat Konsultan Pajak tingkat A dan memiliki ijazah paling rendah Strata 1 (S-1) atau Diploma IV (D-IV) dari perguruan tinggi yang terakreditasi atau perguruan/ sekolah kedinasan.
  • Untuk mengikuti Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak tingkat C, orang perseorangan harus memiliki Sertifikat Konsultan Pajak tingkat B dan memiliki ijazah paling rendah Strata 1 (S-1) atau Diploma IV (D-IV) dari perguruan tinggi yang terakreditasi atau perguruan/ sekolah kedinasan.

6] Siapa saja yang menjadi klien konsultan pajak?

Yang  menjadi klien konsultan pajak adalah seluruh wajib pajak baik orang pribadi maupun perusahaan yang membutuhkan jasa konsultan pajak.

Menjadi seorang konsultan pajak ternyata tidak mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi terutama ketika mengedukasi masyarakat untuk melek pajak. Inilah konsultan pajak, tugas dan tantangannya.

 

MITRA KAMI